Minggu, 07 Desember 2014

Resume Buku PENDIDIKAN KARAKTER Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat

Buku: Pendidikan Karakter
Penulis: Bagus Mustakim

PENDIDIKAN KARAKTER
Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat

BAB I
PENDIDIKAN KARAKTER ATAU PENDIDIKAN BERKARAKTER?
Booming istilah pendidikan karakter juga merambah pada wilayah kegiatn seperti seminar, pelatiha, ataupun workshop. Kegiatan ini diiringi dengan berkembangnya wacana pengembangan kurikulum sekolah berbasis pendidikan karakter yang diimplementasikan melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Munculnya pendidikan karakter sebagai wacana pendidikan nasional cenderung menegasikan karakter bangsa. Maraknya perilaku anarkis, tawuran antarwarga, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, korupsi, kriminalitas, kerusakan lingkungan dan berbagai tindakan patologi social lainnya menunjukkan indikasi adanya masalah akut dalam membangun karakter bangsa. Akan tetapi adanya kecenderungan menganggap pendidikan karakter sebagai solusi bagi penyimpangan karakter bangsa sepertinya agak berlebihan.
Pendidikan nasional telah memuat vivi pendidikan karakter, sementara karakter yang terbentuk justru bertentangan dengan tujuan pendidikan yang ingin diraih, berarti masalah dalam praktik pendidikan nasional. Dengan demikian yang diperlukan adalah revitalisasi pendidikan karakter di sekolah. Ragam pendidikan karakter dalam sejarah sekolah, dapat digunakan untuk memetakan berbagai model pendidikan karakter.

BAB II
TINJAUAN HISTORIS PENDIDIKAN KARAKTER

     A.  Sejarah Sekolah
1.    Sekolah di Era Klasik (Sebelum Masehi sampai Awal Masehi)
a.    Sekolah-sekolah pada awal sejarah cina
b.   Sekolah-sekolah di Yunani kuno
c.   Sekolah-sekolah pada komunitas Yahudi dan Kristen
2.    Sekolah Pada Abad Pertengahan (Awal Masehi sampai Abad ke-14 M)
a.    Sekolah-sekolah di Cina
b.   Sekolah-sekolah di Barat
c.   Sekolah-sekolah di dunia Islam
3.    Sekolah Pada Masa Renaisans Eropa (Abad ke-14 sampai Abad ke-18)
4.    Sekolah Modern (Abad ke-18 sampai Awal Abad ke-20)
5.    Sekolah Kontemporer (Abad ke-20 sampai Abad ke-21)

          B.   Sejarah Pendidikan Karakter
1.    Karakter Intelektual
Karakter intelektual mulai tumbuh di era klasik. Di Yunani kuno karakter manusia intelektual dikembangkan berdasarkan pendekatan filsafat yang ditandai dengan muncul idealisme dan realisme. System filsafat idealisme mengajarkan bahwa realitas tertinggi merupakan ide, dementara benda-benda riil hanyalah bayangan dari ide. Alam ide telah mengetahui pengetahuan yang lengkap. Adapun system filsafat realisme mengarajkan bahwa benda adalah riil. Konsep realisme tentang realitas dipengaruhi oleh filsafat materialisme dan idealisme yang sudah berkembang lebih dahulu.
2.    Karakter Teologis
Karakter teologis lahir pada peradaban agama. Di Eropa peradaban agama ditandai dengan dominasi kekuasaan gereja yang dogmatis dan doktriner. Semua pengetahuan didasarkan wahyu. Wahyu adalah sumber kebenaran mutlak. Segala kebenaran diukur dari kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dengan informasi yang diwahyukan dalam kitab suci. Karakter manusia yang diidealkan pada peradaban abad pertengahan adalah manusia yang hidup nilai-nilai ketuhanan. Nilai-nilai ini dirumuskan oleh para agamawan berdasarkan wahyu dari Tuhan yang menjadi ukuran kualitas kemanusiaan. Manusia dinilai dari kepatuhan dan ketaatan dari doktriner dan dogmatis agama.
3.    Karakter Humanis
Karakter humanis muncul pada pertengahan abad ke-14 yang ditandai dengan tumbuhnya gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang melahirkan era renaisans Eropa. Masa renaisans Eropa ditandai dengan munculnya humanisme sebagai suatu gerakan intelektual. Renaisans dan humanisme menghadirkan karakter manusia baru yang pernah tumbuh dan berkembang di era klasik, yakni manusia intelektual. Penilaian manusia tidak lagi diukkur dari kepatuhan terhadap doktrin agama melainkan dari kemampuannya memahami realitas disekitar dirinya secara objektif dan ilmiah. Manusia intelektual terlahir kembali menggantikan manusia agama. Pada masa berikunya intelektualitas ini menjadi pondasi dasar masyarakat modern dan kontemporer.
4.    Karakter Modernis
Modernisme memandang bahwa pengetahuan didasarkan pada fakta-fakta yang dapat dijadikan objek. Fakta itu berupa gejala atau fenomena yang tunduk pda hokum alamiah yang tetap. Narasi-narasi besar pada era modern berasal dari berbagai pandangan yang berkembang pada masa itu. Setiap narasi ini membentuk karakter positif, karakter kapitalis, karakter materialis, dan karakter komunis. Meskipun demikian inti dari karakter yang terbentuk dalam modernism adalah manusia yang memahami realitas secara rasional dan saintifik. Rasional artinya menjadikan kekuatan rasio sebagai kekuatan tunggal yang menentukan. Sedangkan saintifik berarti menggangap adanya suatu kebenaran esensial dan universal berdasarkan metode ilmiah.
5.    Karakter Postmodernis
Menurut postmodernisme, realitas bukan merupakan suatu kesatuan tunggal, melainkan terbagi ke dalam fragmen-fragmen. Postmodernisme tidak melihat ada satu di antara ragam perbedaan itu yang dapat dijadikan model untuk yang lain. Setiap fragmen memiliki keunikan yang menjadi model bagi dirinya sendiri. Karena itu masyarakat postmodern dibangun di atas pluralitas, heterogenitas, dan fragmentalisme. Masyarakat postmodernis bisa menerima berbagai macam realitas kehidupan yang berbeda sebagai suatu kemajemukan.

          C.  Paradigma Pendidikan Karakter
1.    Paradigma Fundamentalis
Paradigma fundamentalis dibangun oleh tradisi agama,baik didunia barat (Eropa) maupun timur islam dan cina. Paradigma ini berasalkan proses pendidikkan karakter pada kebenaran yang diwahyukan Tuhan. Karakter yang dibangun adalah karakter manusia teologis yang patuh dan taat kepada nilai-nilai kebaikan yang mutlak dalam tradisi keagamaan. Paradigma fundamentalis membimbing peserta sekolah kearah kepatuhan kepada Tuhan,melestarikan tradisi-tradisi yang bersumber dari wahyu Tuhan,sekaligus menciptakan genersi-generasibaru penyampai wahyu Tuhan.
2.    Paradigma Konservatif
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu.Sikap konservatif tidak hanya didominasi oleh kalangan fundamentalis .Budaya modern dibangun diatas humanisme dan rasionalisme modern yang memposisikan manusia sebagai pusat realitas. Paradigma ini menekankan peran sentral pelatihan intelektual untuk mengembangkan bakat  kapasitas, dan potensi manusia, sebagai landasan pembangunan karakter yang tepat. Dalam pandangan modernis Barat,budaya modern ini dinilai sebagai budaya unggul dan dominan diantara kebudayaan-kebudayaan yang lain. Tugas guru, dalam pembelajaran konservatif, bertindak sebagai pembimbing. Tujuannya adalah agar nilai-nilai itu dapat digunakan oleh peserta didik dalam proses adaptasi dengan pola social dan tradisi modern. Keberhasilan pendidikan dalam paradigm ini diukur dari keberhasilan peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya.
3.    Paradigma Kritis
Paradigma kritis dibangun diatas pandangan yang menganggap realitas sebagai sesuatu yang pluralistic.Paradigma kritis menilai bahwapola posisi dan tradisi yang dibangun diatas modernisme tidak bisa dijadikan sebagai ukuran universal bagi semua realitas.Paradigma konservatif membangun intelektual dalam rangka proses adaptasi terhadap nilai-nilai yang sudah mapan,sementara paradigm krisis mengarah pada peran aktif untuk ikut serta mengkritisi dominasi pola social dan tradisi modern menuju perubahan yang lebih adil.


BAB III
PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

          A.  Problematika Pendidikan Karakter di Indonesia
1.    Religiusitas Formalitas
Pendidikan agama selama ini diposisikan sebagai aspek utama dalam membangun karakter pendidikan. Agama diyakini masih memiliki kekuatan untuk membangun kesadaran religius sehingga dapat mengembangkan sifat-sifat positif dalam diri seseorang.
2.    Kualitas SDM Rendah
Ukuran kualitas SDM mengacu pada indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia.Rendahnya kualitas SDM ditandai dengan rendahnya kualitas kesehatan jika dibandingkan dengan kesehatan masyarakat Negara-negara ASEAN lainnya, yang ditandai,antara lain,dengan masih tingginya angka  kematian ibu melahirkan.menjadi masalah besar dalam upaya membentuk generasi yang mandiri dan berkualitas.
3.    Nasionalisme Simbolik
Sistem pendidikan tanteng nasionalisme, tidak jarang digunakan untuk media indoktrinasi sebagai bentuk dukungan dan ketaatan terhadap penguasa, bukan kecintaan terhadap bangsa dan Negara.
4.    Reinvention karakter Bangsa
Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki karakter kuat yang sudah terbentuk jauh sebelum bangsa ini terlahir menjadi Negara. Karakter orang-orang Indonesia yang cenderung moderat dapat menjadi pembentukan karakter bangsa. Itu sebabnya perjuangan bangsa indonesa melawan penjajahan tidak terlepas dari kekuatan tekad dan ikhtiar sebagai kumpulan manusia yang memiliki karakter pejuang. Karakter yang begitu kuat dan menkojdi ciri khas bangsa Indonesia itu, kini sudah menjadi masa lalu. Kuluhuran karakter bangsa dimasa lalu seolah menguap begitu saja. System pendidikan diharapkan mampu melahirkan karakter bangsa yang kuat, justru menghasilkan berbagai persoalan yang memperlemah karakter itu sendiri.


BAB IV
DELAPAN KARAKTER INDONESIA EMAS 2025

      A.  Indonesia Emas 2025
Konsep karakter bangsa Indonesia masih harus diturunkan oleh sekolah menjadi karakter yang lebih praktis. Penurunan karakter berkaitan erat dengan konteks situasi dan kondisi. Dalam konteks ini sekolah dapat menjadikan UU No.17 tahun2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional sebagai acuan situasi nasional. RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun2005 hingga tahun 2025. Adapun visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Visi ini didasarkan pada kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan 20 tahun mendatang, dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

     B.   Membangun Delapan Karakter Indonesia Emas 2025
1.    Etos Spiritual
Peranan nilai-nilai keagamaan untuk menumbuhkan etos spiritual terintegrasi dalam kajian ilmu-ilmu social. Pada bagian paling dasar semua agama, terdapat kesamaan ajaran dan pandangan hidup, yang menjadi sumber berbagai tingkah laku dan nilai-nilai yang sama bagi para pemeluknya. Nilai-nilai agama itu dapat tumbuh-berkembang menjadi etos masyarakat. 13 nilai keagamaan yang dijadikan sebagai etika religious masyarakat adalah :
Ø  Sederhana
Ø  Diam
Ø  Tertib
Ø  Ketegasan
Ø  Hemat
Ø  Kerja
Ø  Ikhlas
Ø  Adil
Ø  Sikap
Ø  Bersih
Ø  Tenang
Ø  Kehormatan
Ø  Rendah hati
Ada lima nilai utama dalam setiap agama yang bisa dikembangkan menjadi etika spiritual dalam kehidupan sehari-hari adalah :
a.    Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.   Tuhan menciptakan seluruh alam yang ada, termasuk manusia
c.   Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab kepada-Nya
d.   Perbuatan yang paling berkenan bagi-Nya ialah berbuat baik kepada sesama
e.    Manusia akan merasakan akibat perbuatannya, baik dan buruk, dalam suatu kehidupan abadi “Hari Kemudian”.
Etika spiritual yang berhasil dibentuk akan menjadi pondasi dasar bagi pembentukan karakter-karakter yang lain. Sebab karakter-karakter yang lain pada dasarnya merupakan pengembangan karakter dasar yang lebih spesifik. Meskipun spesifik karena bersifat lokal dan temporer, karakter-karakter tetap harus dibangun berdasarkan kebutuhan jangka panjang.

2.    Etos Mutu
Sebagian masyarakat Indonesia memang sudah memasuki era informatika dan teknologi modern, seperti computer, teleks, facsimile, internet, antena parabola dll. Sekolah harus mampu menjembatani kesenjangan budaya seperti ini. Sekolah perlu meyiapkan kompetensi keilmuan bagi peserta didiknya dalam menjalani kehidupan di era informatika. Di samping itu sekolah juga perlu membangun kesiapan mental. Ini disebabkan karena perubahan merupakan suatu keistimewaan bagi masyakarat agraris. Sedangkan masyarakat industry melihat perubahan sebagai suatu rutinitas. Semetara masyarakat informasi, tingkat perubahan itu berjalan begitu cepat dengan magnitude yang lebih tinggi.

3.    Demokratis
Karakter demokratis adalah karakter yang dibangun diatas dasar nilai-nilai demokrasi. Nilai demokrasi antara lain adalah kebebasan berpendapat, berkelompok, berpartisipasi, menghormati orang atau kelompok lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan dan kepercayaan. Demokrasi juga membuka banyak alternatif sehingga mereka memiliki kebebasan untuk berkelompok. Sekolah berkewajiban menanamkan nilai-nilai demokrasi itu dalam diri setiap peserta didik. Pendidikan karakter demokratis diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki cara pandang yang luas dan terbuka untuk kemajuan bangsa dan Negara.

4.    Multikultural
Kesadaran ini juga mengandung makna kesediaan untuk berlaku adil dengan kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling menghormati. Karakter multicultural ini telah menjadi pondasi kokoh bagi para founding fathers dalam mendirikan NKRI karena itu pengembangkan karakter multicultural menjadi unsure yang wajib dilakukan disekolah.

5.    Kecerdasan kritis
Pendidikan berkesadaran kritis bertugas melatih peserta didik agar mampu menidentifikasi ketidakadilan sistemik dan struktual tersebut, sekaligus menemukan cara mentrasformasikannya. Peran guru dalam pendidikan kritis sama dengan peran dalam pendidikan berbasis kesadaran naïf, yakni fasilitator dalam pembelajaran dengan demikian diharapkan muncul generasi masa depan yang lebih memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap sistem dan struktur sosial, sehingga terbangun masyaraka yang lebih adil dan egaliter.

6.    Peduli Lingkungan
Sekolah seharusnya memainkan perannya dalam membentuk kesadaran terhadap lingkungan. Perlu ada pembentukan karakter kepeduliaan terhadap lingkungan pada diri siswa. Karakter ini bisa dimulai dari persoalan yang terlihat sepele, seperti penyediaan tempat sampah yang memadai. Melalui pembentukan karakter ini diharapkan lahir generasi yang memiliki kepedulian lingkungan.

7.    Berwawasan maritim
Pembentukan karakter maritim diharapkan mampu melahirkan generasi muda yang menyadari kekayaan potensi kelautan agar bisa mengekplorasi laut Indonesia sebagai kekuatan social dan ekonomi bangsa.

8.    Tanggung jawab global
Pembentukan karakter bangsa yang memiliki kepedulian terhadap dunia global menjadi cukup penting. Melalui karakter ini, generasi muda diharapkan mampu mengikuti perkembangan dunia global secara kritis sebaliknya yang diharapkan adalah generasi yang mampu memberikan solusi bagi masa depan dunia yang lebih adil dan damai


BAB V
EPILOG PENDIDIKAN BERKARAKTER MENUJU BANGSA MARTABAT

Pendidikan lebih berorientasi pada kecakapan akademik dan vokasional serta mengesampingkan pendidikan karakter bangsa. Meskipun dalam batas-batas tertentu dapat ditemukan praktik pendidikan, namun praktik itu mengarah pada pendidikan yang bersifat simbolik dan formalistic bahkan cederung politis. Disamping itu penyelenggara pendidikan juga terjebak pada orientasi lain yang keluar dari tujuan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan yang menurut undang-undang ditunjukkan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat bergeser kearah praktik yang kapitalis. Pendidikan perlu dikembalikan pada fungsi utamanya untuk membangun karakter bangsa.
Secara implementatif, pendidikan karakter dapat diterapkan secara formal melalui integrasi kurikulum berbasis karakter maupun dengan pendekatan system, yakni diciptakan budaya sekolah yang berkarakter. Bisa juga dirumuskan oleh guru melalui KTSP dengan menambah kolom karakter dalam penyusunan silabus maupun RPP. Sementara pendekatan system dapat dilakukan oleh sekolah dengan menyusun actionplan pendidikan karakter yang sistematis. Karena itu perubahan paradigma menjadi satu keniscayaan. Pendidikan karakter perlu dikemas dalam bingkai paradigma baru. Penyelengaraan pendidikan dapat menjadikan paradigma kritis sebagai pilihan paradigma baru. Paradigma kritis tidak hanya semata-mata mencetak generasi adiktif dengan situasi lingkungan yang dihadapi, baik social, ekonomi, politik, maupun budaya.
Paradigma ini mengajak peserta didik untuk ikut mengkritisi kondisi lingkungan disekitarnya menuju suatu struktur dan system social yang adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk mampu mengkritisi struktur dan system social yang ada, diperlukan karakter yang kuat dalam diri peserta didik. Paradigma kritis mencoba memposisikan agama dalam bingkai teori kritis, yang bukan sekedar dibangun diatas nalar mitis, melainkan nalar rasional dan agama fungsional, bukan sekedar agama simbolik. Paradigma kritis juga berusaha menggeser kesadaran monistis dalam modernisme menuju kesadaran yang pluralistik. Paradigma kritis juga mempertemukan dua karakter ini pada titik agama yang rasional-fungsional dan kesadaran pluralistik. 

Jumat, 13 Desember 2013

Supervisi

Pengertian Supervisi
a. Good Carter
Memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran. God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar,

b.Boardman.
Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern. Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern.

c.Wilem Mantja (2007)
Mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan

d. Kimball Wiles (1967)
Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik.
e. Mulyasa (2006)
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.

f. Ross L (1980),
Mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Ross L memandang supervisi sebagai pelayanan kapada guru – guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.

g. Purwanto (1987), 
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. 

Fungsi Supervisi
Secara umum fungsi supervisi adalah perbaikan pengajaran. Berikut ini berbagai pendapat  para tentang fungsi supervisi, di antaranya adalah: 
Ayer, Fred E, menganggap fungsi supervisi untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan. 
Franseth Jane, menyatakan bahwa fungsi supervisi memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kualitas kehidupan akan diperbaiki. 
W.H. Burton dan Leo J. Bruckner, menjelaskan bahwa fungsi utama dari supervisi modern ialah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar. 

Kimball Wiles, mengatakan bahwa fungsi supervisi ialah memperbaiki situasi belajar anak-anak. 
Usaha perbaikan merupakan proses yang kontinyu sesuai dengan perubahan masyarakat. Masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan masyarakat membawa pula konsekuensi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Suatu penemuan baru mengakibatkan timbulnya dimensi-dimensi dan persepektif baru dalam bidang ilmu penegetahuan. 
Makin jauh pembahasan tentang supervisi makin nampak bahwa kunci supervisi bukan hanya membicarakan perbaikan itu sendiri, melainkan supervisi yang diberikan kepada guru-guru, menurut T.H. Briggs juga merupakan alat untuk mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru. 
Dalam suatu analisa fungsi supervisi yang diberikan oleh swearingen, terdapat 8 fungsi supervisi, yakni: 
1. Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah. 
Koordinasi yang baik diperlukan terhadap semua usaha sekolah untuk 

mengikuti perkembangan sekolah yang makin bertambah luas dan usaha-usaha sekolah yang makin menyebar, diantaranya: 
- Usaha tiap guru. 
- Usaha-usaha sekolah. 
- Usaha-usaha pertumbuhan jabatan. 
2. Memperlengkapi Kepemimpinan Sekolah. 
Yakni, melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dan kepemimpinan dalam kepemimpinan sekolah. 
3. Memperluas Pengalaman. 
Yakni, memberi pengalaman-pengalaman baru kepada anggota-anggota staff sekolah, sehingga selalu anggota staff makin hari makin bertambah pengalaman dalam hal mengajarnya. 
4. Menstimulasi Usaha-Usaha yang Kreatif. 
Yakni, kemampuan untuk menstimulir segala daya kreasi baik bagi anak-anak, orang yang dipimpinnya dan bagi dirinya sendiri. 
5. Memberikan Fasilitas dan Penilaian yang Kontinyu. 
Penilaian terhadap setiap usaha dan program sekolah misalnya, memiliki bahan-bahan pengajaran, buku-buku pengajaran, perpustakaan, cara mengajar, kemajuan murid-muridnya harus bersifat menyeluruh dan kontinyu. 
6. Menganalisa Situasi Belajar 
Situasi belajar merupakan situasi dimana semua faktor yang memberi kemungkinan bagi guru dalam memberi pengalaman belajar kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan. 
7. Memberi Pengetahuan dan Ketrampilan pada Setiap Anggota Staf. 
Supervisi berfungsi memberi stimulus dan membantu guru agar mereka memperkembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam belajar. 
8. Mengintegrasikan Tujuan dan Pembentukan Kemampuan. 
Fungsi supervisi di sini adalah membantu setiap individu, maupun kelompok agar sadar akan nilai-nilai yang akan dicapai itu, memungkinkan penyadaran akan kemampuan diri sendiri. 
Fungsi supervior (pengawas) oleh karenanya menjadi penting, sebagaimana tertuang dalam Kepmen PAN Nomor 118/1996 yang menyebutkan bahwa pengawas diberikan tanggung jawab dan wewenang penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan, penilaian dan pembinaan teknis serta administratif pada satuan pendidikan.

Tujuan Supervisi

Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran (Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan Bondi, 1986; Glickman, 1990). Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil  tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar .
 Secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari supervisi pendidikan yaitu :
1.    Meningkatkan mutu kinerja guru
·                     Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
·                     Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.
·                     Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya.
·                     Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajarsiswa.
·                     Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran.
·                     Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran.
·                     Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.
2.    Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik
3.    Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa
4.    Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.
5.    Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.

Prinsip-prinsip Supervisi

Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut :
·                     Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.
·                     Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif 
·                     Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya.
·                     Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.
·                     Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi.
·                     Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.
·                     Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah

Pendapat lain mengenai Prinsip-prinsip Supervisi adalah :

1.             Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan.
2.            Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.
3.            Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
4.            Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
5.            Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki.
6.            Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal – hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan.

Tipe-tipe Supervisi
Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.
2.    Tipe Laisses Faire
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.
3.    Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.
4.    Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.
5.    Tipe Demokratis 
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Supervisi
Teknik Supervisi yang bersifat kelompok
Teknik Supervisi yang bersifat kelompok ialah teknik  supervisi yang dilaksanakan dalam pembinaan guru secara  bersama – sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok (Sahertian 2008 : 86).  
Teknik Supervisi yang bersifat kelompok antara lain : (Sagala 2010 : 210 - 227)
a.    Pertemuan Orientasi bagi guru baru.
Pertmuan orientasi adalah pertemuan anatar supervisor dengan supervisee (Terutama guru baru) yang bertujuan menghantar supervisee memasuki suasana kerja yang baru dikutip menurut pendapat Sagala (2010 : 210) dan Sahertian (2008 : 86). Pada pertemuan Orientasi supervisor diharapkan dapat menyampaikan atau menguraikan kepada supervisee hal – hal sebagai berikut (Sahertian 2008 : 86) :
·                     Sistem kerja yang berlaku di sekolah itu.
·                     Proses dan mekanisme administrasi dan organisasi sekolah.
·                     Biasanya diiringi dengan tanya jawab dan penyajian seluruh kegiatan dan situasi sekolah.
·                     Sering juga pertemuan orientasi ini juga diikuti dengan tindak lanjut dalam bentuk diskusi kelompok dan lokakarya.
·                     Ada juga melalui perkunjungan ke tempat – tempat tertentu yang berkaitan atau berhubungan dengan sumber belajar.
·                     Salah satu ciri yang sangat berkesan bagi pembinaan segi sosial dalam orientasi ini adalah makan bersama.
·                     Aspek lain yang membantu terciptanya suasana kerja ialah bahwa guru baru tidak merasa asing tetapi guru baru merasa diterima dalam kelompok guru lain.

b.    Rapat guru

Rapat Guru adalah teknik supervisi kelompok melalui rapat guru yang dilakukan untuk membicarakan proses pembelajaan, dan upaya atau cara meningkatkan profesi guru. (Pidarta 2009 : 71). Tujuan teknik supervisi rapat guru yang dikutip menurut pendapat Sagala (2010 : 212) dan Pidarta (2009 : 171) adalah sebagai berikut :
·                     Menyatukan pandangan – pandangan guru tentang masalah – masalah dalam mencapai makna dan tujuan pendidikan.
·                     Memberikan motivasi kepada guru untuk menerima dan melaksanakan tugas – tugasnya dengan baik serta dapat mengembangkan diri dan jabatan mereka secara maksimal.
·                     Menyatukan pendapat tentang metode kerja yang baik guna pencapaian pengajaran yang maksimal.
·                     Membicarakan sesuatu melalui rapat guru yang bertalian dengan proses pembelajaran.
·                     Menyampaikan informasi baru seputar belajar dan pembelajaran, kesulitan – kesulitan mengajar, dan cara mengatasi kesulitan mengajar secara bersama dengan semua guru disekolah.
c.    Studi kelompok antar guru
Studi kelompok antara guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah guru yang memiliki keahlian dibidang studi tertentu, seperti MIPA, Bahasa, IPS dan sebagainya, dan dikontrol oleh supervisor agar kegiatan dimaksud tidak berubah menjadi ngobrol hal – hal yang tidak ada kaitannya dengan materi. Topik yang akan dibahas dalam kegiatan ini telah dirumuskan dan disepakati terlebih dahulu. Tujuan pelaksanaan teknik supervisi ini adalah sebagai berikut :
·                     Meningkatkan kualitas penguasaan materi dan kualitas dalam memberi layanan belajar.
·                     Memberi kemudahan bagi guru – guru untuk mendapatkan bantuan pemechan masalah pada materi pengajaran.
·                     Bertukar pikiran dan berbicara dengan sesama guru pada satu bidang studi atau bidang – bidang studi yang serumpun.

d.    Diskusi
Diskusi adalah pertukaran pikiran atau pendapat melalui suatu percakapan tentang suatu masalah untuk mencari alternatif pemecahannya. Diskusi merupakan salah satu teknik supervisi kelompok yang digunakan supervisor untuk mengembangkan berbagai ketrampilan pada diri para guru dalam mengatasi berbagai masalah atau kesulitan dengan cara melakukan tukar pikiran antara satu dengan yang lain. Melalui teknik ini supervisor  dapat membantu para guru untuk saling mengetahui, memahami, atau mendalami suatu permasalahan, sehingga secara bersama – sama akan berusaha mencari alternatif pemecahan masalah tersebut (Sagala 2010 : 213).  Tujuan pelaksanaan supervisi diskusi adalah untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari – hari dan upaya meningkatkan profesi melaluii diskusi.   
Hal – hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai pemimpin diskusi sehingga setiap anggota mau berpartisipasi selama diskusi berlangsung supervisor harus mampu :
·                     Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik ;
·                     Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi.
·                     Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah dalam pengajaran.
·                     Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama.
·                     Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya.

e.    Workshop 
Workshop adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terjadi dari sejumlah pendidik yang sedang memecahkan masalah melalui percakapan dan bekerja secara kelompok. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan workshop antara lain :
1.             Masalah yang dibahas bersifat “Life cntred” dan muncul dari guru tersebut,
2.            Selalu menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatan sehingga tercapai perubahan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik.

f.    Tukar menukar pengalaman Tukar menukar pengalaman “Sharing of Experince” suatu teknik perjumpaan dimana guru menyampaikan pengalaman masing-masing dalam mengajar terhadap topik-topik yang sudah diajarkan, saling memberi dan menerima tanggapan dan saling belajar satu dengan yang lain. Langkah – langkah melakukang sharing antara lain :
·                     Menentukan tujuan yang akan dicapai.
·                     Menentukan pokok masalah yang akan dibahas.
·                     Memberikan kesempatan pada setiap peserta untuk menyumbangkan pendapat pendapat mereka
·                     Merumuskan kesimpulan. 



Sumber :